Partisipasi politik adalah aktivitas
warganegara yang bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan politik.
Partisipasi politik dilakukan orang dalam posisinya sebagai warganegara, bukan
politikus ataupun pegawai negeri. Sifat partisipasi politik ini adalah
sukarela, bukan dimobilisasi oleh negara ataupun partai yang berkuasa.
Namun, Samuel P. Huntington dan Joan Nelson dalam karya penelitiannya No Easy
Choice: Political Participation in Developing Countries, partisipasi yang
bersifat mobilized (dipaksa) juga termasuk ke dalam kajian partisipasi politik.
Partisipasi sukarela dan mobilisasi hanya dalam aspek prinsip, bukan kenyataan
tindakan: Intinya baik sukarela ataupun dipaksa, warganegara tetap melakukan
partisipasi politik.
Ruang bagi partisipasi politik adalah sistem politik. Sistem politik memiliki
pengaruh untuk menuai perbedaan dalam pola partisipasi politik warganegaranya.
Pola partisipasi politik di negara dengan sistem politik Demokrasi Liberal
tentu berbeda dengan di negara dengan sistem Komunis atau Otoritarian. Bahkan,
di negara-negara dengan sistem politik Demokrasi Liberal juga terdapat
perbedaan, seperti yang ditunjukkan Oscar Garcia Luengo, dalam penelitiannya
mengenai E-Activism: New Media and Political Participation in Europe.
Warganegara di negara-negara Eropa Utara (Swedia, Swiss, Denmark) cenderung
lebih tinggi tingkat partisipasi politiknya ketimbang negara-negara Eropa
bagian selatan (Spanyol, Italia, Portugal, dan Yunani).
Landasan Partisipasi Politik
Landasan partisipasi politik adalah asal-usul individu atau kelompok yang
melakukan kegiatan partisipasi politik. Huntington dan Nelson membagi landasan
partisipasi politik ini menjadi :
- kelas – individu-individu
dengan status sosial, pendapatan, dan pekerjaan yang serupa.
- kelompok atau komunal –
individu-individu dengan asal-usul ras, agama, bahasa, atau etnis yang
serupa.
- lingkungan – individu-individu
yang jarak tempat tinggal (domisilinya) berdekatan.
- partai – individu-individu yang
mengidentifikasi diri dengan organisasi formal yang sama yang berusaha
untuk meraih atau mempertahankan kontrol atas bidang-bidang eksekutif dan
legislatif pemerintahan, dan
- golongan atau faksi –
individu-individu yang dipersatukan oleh interaksi yang terus menerus
antara satu sama lain, yang akhirnya membentuk hubungan patron-client,
yang berlaku atas orang-orang dengan tingkat status sosial, pendidikan,
dan ekonomi yang tidak sederajat.
Mode Partisipasi Politik
Mode partisipasi politik adalah tata cara orang melakukan partisipasi politik.
Model ini terbagi ke dalam 2 bagian besar : Conventional dan Unconventional. Conventional
adalah mode klasik partisipasi politik seperti Pemilu dan kegiatan
kampanye. Mode partisipasi politik ini sudah cukup lama ada, tepatnya sejak
tahun 1940-an dan 1950-an. Unconventional adalah mode partisipasi
politik yang tumbuh seiring munculkan Gerakan Sosial Baru (New Social
Movements). Dalam gerakan sosial baru ini muncul gerakan pro lingkungan
(environmentalist), gerakan perempuan gelombang 2 (feminist), protes mahasiswa
(students protest), dan terror.
Bentuk Partisipasi Politik
Jika mode partisipasi politik bersumber pada faktor “kebiasaan” partisipasi
politik di suatu zaman, maka bentuk partisipasi politik mengacu pada wujud
nyata kegiatan politik tersebut. Samuel P. Huntington dan Joan Nelson membagi
bentuk-bentuk partisipasi politik menjadi :
- Kegiatan Pemilihan – yaitu
kegiatan pemberian suara dalam pemilihan umum, mencari dana partai,
menjadi tim sukses, mencari dukungan bagi calon legislatif atau eksekutif,
atau tindakan lain yang berusaha mempengaruhi hasil pemilu;
- Lobby – yaitu upaya perorangan
atau kelompok menghubungi pimpinan politik dengan maksud mempengaruhi
keputusan mereka tentang suatu isu;
- Kegiatan Organisasi – yaitu
partisipasi individu ke dalam organisasi, baik selaku anggota maupun
pemimpinnya, guna mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah;
- Contacting – yaitu upaya
individu atau kelompok dalam membangun jaringan dengan pejabat-pejabat
pemerintah guna mempengaruhi keputusan mereka, dan
- Tindakan Kekerasan (violence) –
yaitu tindakan individu atau kelompok guna mempengaruhi keputusan
pemerintah dengan cara menciptakan kerugian fisik manusia atau harta
benda, termasuk di sini adalah huru-hara, teror, kudeta, pembutuhan
politik (assassination), revolusi dan pemberontakan.
Kelima bentuk partisipasi politik
menurut Huntington dan Nelson telah menjadi bentuk klasik dalam studi
partisipasi politik. Keduanya tidak membedakan apakah tindakan individu atau
kelompok di tiap bentuk partisipasi politik legal atau ilegal. Sebab itu,
penyuapan, ancaman, pemerasan, dan sejenisnya di tiap bentuk partisipasi
politik adalah masuk ke dalam kajian ini.
Klasifikasi bentuk partisipasi politik Huntington dan Nelson relatif lengkap.
Hampir setiap fenomena bentuk partisipasi politik kontemporer dapat dimasukkan
ke dalam klasifikasi mereka. Namun, Huntington dan Nelson tidak memasukkan
bentuk-bentuk partisipasi politik seperti kegiatan diskusi politik, menikmati
berita politik, atau lainnya yang berlangsung di dalam skala subyektif
individu.
Mahasiswa
dan Partisipasi Politik dalam Pemilu
Mahasiswa merupakan komponen penting
dalam membangun sistem demokrasi dalam politik di Indonesia. Karena itu peran
politik mahasiswa sangatlah diharapakan, dimana dalam dinamika politik Negara,
kekuatan mahasiswa terletak pada independensinya dan daya kritisnya. Mahasiswa
dianggap sebagai kelompok yang tidak terikat dengan kepentingan politik
tertentu sehingga suara mahasiswa dianggap merupakan suara dengan muatan-muatan
ideal non political interest.
Pemilu sebagai sarana demokrasi
dalam sistem politik di Indonesia, membutuhkan partisipasi politik
mahasiswa. Seperti apa bentuk
partisipasi politik mahasiswa ?
Mengacu dari pendapat Huntington
yang mengklasifikasi bentuk partisipasi politik
menjadi 5 bentuk yaitu:
- Kegiatan Pemilihan – yaitu
kegiatan pemberian suara dalam pemilihan umum, mencari dana partai,
menjadi tim sukses, mencari dukungan bagi calon legislatif atau eksekutif,
atau tindakan lain yang berusaha mempengaruhi hasil pemilu;
- Lobby – yaitu upaya perorangan
atau kelompok menghubungi pimpinan politik dengan maksud mempengaruhi
keputusan mereka tentang suatu isu;
- Kegiatan Organisasi – yaitu partisipasi
individu ke dalam organisasi, baik selaku anggota maupun pemimpinnya, guna
mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah;
- Contacting – yaitu upaya
individu atau kelompok dalam membangun jaringan dengan pejabat-pejabat
pemerintah guna mempengaruhi keputusan mereka, dan
- Tindakan Kekerasan (violence) –
yaitu tindakan individu atau kelompok guna mempengaruhi keputusan
pemerintah dengan cara menciptakan kerugian fisik manusia atau harta
benda, termasuk di sini adalah huru-hara, teror, kudeta, pembunuhan
politik (assassination), revolusi dan pemberontakan.
Maka, dalam fakta politik di
Indonesia, 5 bentuk partisipasi politik tersebut diperankan oleh mahasiswa
mahasiswa . Dalam konteks pemilu maka peran / partisipasi politik mahasiswa
dapat berupa:
1. Kegiatan Pemilihan
a. Mengkritisi Parpol, Caleg dan Proses Pemilu
b. Memberikan pendidikan politik kepada masyarakat (pendidikan pemilih /
voters education)
c. Pemantauan Pemilu
d. Menggunakan
hak pilih
e. Terlibat
dalam lembaga penyelenggara pemilu dan lembaga pengawas pemilu
2. Lobby memperjuangkan aspirasi rakyat
dalam pelaksanaan Pemilu Jurdil, misalnya melakukan lobby kepada lembaga penyelenggara Pemilu untuk memperjuangkan hak pilih bagi masyarakat tertentu yang didiskriminasi dalam hal penggunaan hak pilih atau keterdaftaran dalam daftar pemilih.
3. Kegiatan organisasi misalnya
pendidikan politik, atau keterlibatan dalam pembuatan peraturan menyangkut
Pemilu
4. Contacting, membangun jaringan dengan semua stakeholder, dalam rangka memperjuangkan penyelenggaraan Pemilu yang jurdil.
5. Aksi pressure massa, apabila semua bentuk partisipasi politik tersumbat atau tidak terakomodir dalam memperjuangan hak-hak politik rakyat.
----------------------------------------------------
Referensi :
- Christina Holtz-Bacha, Political
Disaffection, dalam dalam Lynda Lee Kaid and Christina Holtz-Bacha, Encyclopedia
of Political Communication, (California : Sage Publications, 2008)
p.577-9.
- Jan W. van Deth, Political
Participation, dalam Lynda Lee Kaid and Christina Holtz-Bacha, Encyclopedia
of Political Communication, (California : Sage Publications, 2008)
p.531-2.
- Kai Arzheimer, Political
Efficacy, dalam Lynda Lee Kaid and Christina Holtz-Bacha, Encyclopedia
of Political Communication, (California : Sage Publications, 2008) p.
579-80.
- Oscar Garcia Luengo, E-Activism
New Media and Political Participation in Europe, (CONFines 2/4
agosto-diciembre 2006)
- Samuel P. Huntington dan Joan
Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1990) h. 9-10.